Usaha Penyebarluasan Berita Proklamasi ke Seluruh Indonesia

Usaha Penyebarluasan Berita Proklamasi ke Seluruh Indonesia ~ Kelompok pemuda yang cukup berperan dalam penyebarluasan berita proklamasi adalah kelompok Sukarni. Kelompok ini bermarkas di Bogor Lama (sekarang Jalan Dr. Sahardjo, S.H.) yang berusaha mengatur strategi untuk mengatur penyebarluasan berita proklamasi.

Berita proklamasi kemerdekaan [image by minanglamo.blogspot.com], 
Seluruh alat komunikasi yang tersedia dipergunakan, seperti pengeras suara, pamflet, bahkan mobil-mobil dikerahkan ke seluruh kota Jakarta. Propaganda ini dimaksudkan pula untuk mengerahkan massa agar hadir dalam pembacaan teks proklamasi di Pegangsaan Timur 56 Jakarta.

Setelah proklamasi dikumandangkan, berita proklamasi yang sudah tersebar di seluruh penjuru kota Jakarta segera disebarluaskan ke seluruh Indonesia. Pada hari itu juga teks proklamasi sudah diserahkan oleh Syahrudin, wartawan Domei kepada kepala kantor bagian radio W.B. Palenewen untuk disiarkan.

Palenewen kemudian meminta F.Wuz seorang penyiar, agar menyiarkan berita proklamasi tiga kali berturut-turut. Sayangnya, baru dua kali berita disiarkan, tentara Jepang segera memerintahkan agar penyiaran dihentikan. Tetapi, Palenewen tetap memerintahkan Wuz untuk menyiarkan berita proklamasi, bahkan terus diulangi setiap setengah jam hingga pukul 16.00.

Akibatnya, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita tersebut dan mengatakannya sebagai kekeliruan. Kemudian, pada Senin 20 Agustus 1945 pemancar radio itu disegel oleh Jepang dan karyawannya dilarang masuk.

Disegelnya pemancar radio pada kantor berita Domei tidak menghalangi tekad para pemuda untuk menyebarkan berita proklamasi. Para pemuda membuat pemancar baru dengan bantuan sejumlah teknisi radio, Sukarman, Sutanto, Susilahardja, dan Suhandar.

Alat-alat pemancar dibawakan dari kantor berita Domei secara sembunyi-sembunyi ke rumah Palenewen dan sebagian ke Jalan Menteng Nomor 31. Walaupun dengan susah payah, akhirnya pemancar baru di Jalan Menteng jadi dengan kode panggilan DJK I. Pemancar inilah yang banyak berperan dalam menyiarkan berita proklamasi.

Penyebaran berita proklamasi tidak terbatas melalui udara, tetapi juga melalui pers dan selebaran-selebaran kertas. Dalam hal ini, peran buruh kereta api sangat besar dalam membawa berita proklamasi melalui surat-surat selebaran. Pada 20 Agustus 1945, hampir seluruh harian di Jawa memuat berita proklamasi dan UUD Negara Republik Indonesia yang baru saja dibentuk. Selanjutnya, berita proklamasi dengan cepat tersebar ke seluruh penjuru tanah air, yang segera pula mendapat sambutan dari rakyat.

Sumber : IPS Untuk SMP/MTs kelas VIII/ Rogers Pakpahan, Losina Purnastuti, Aman, Ignatius Kingkin T. ; editor, Arna Asna Annisa, Ika Setyarini, Indah Mayasari P., Nur Fidiyati.—Jakarta : Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.

Detik-Detik Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Detik-Detik Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ~ Upacara dipimpin oleh Latief Hendraningrat dan tanpa protokol. Latief segera memimpin barisan dan menyiapkan untuk berdiri dengan sikap sempurna. Soekarno kemudian mempersiapkan diri dan mendekati mikrofon. Sebelum membacakan teks proklamasi, Soekarno membacakan pidato singkat yang isinya adalah sebagai berikut.
  1. Perjuangan melawan kolonial telah cukup panjang dan memerlukan keteguhan hati.
  2. Cita-cita perjuangan itu adalah kemerdekaan Indonesia.
  3. Indonesia yang berdaulat harus mampu menentukan arah dan kebijakannya sendiri, menjadi negara yang diakui oleh bangsabangsa lain di dunia.
Pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan [image by 1001malam.com], 
Setelah itu, Soekarno membacakan teks proklamasi yang diketik oleh Sayuti Melik. Pidato ditutup dengan kalimat: “demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini, kita menyusun negara kita 1 negara merdeka, negara Republik Indonesia Merdeka, kekal dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan Indonesia”.

Acara berikutnya setelah pembacaan selesai adalah pengibaran bendera merah putih yang dilakukan oleh Latief dan Suhud secara perlahan-lahan. Bendera merah putih dinaikkan dengan diiringi lagu “Indonesia Raya” yang secara spontan dinyanyikan oleh para hadirin. Selesai pengibaran bendera, upacara ditutup dengan sambutan Wakil Walikota Suwiryo dan Muwardi. Dengan demikian, selesailah upacara proklamasi kemerdekaan yang menjadi tonggak berdirinya negara Republik Indonesia yang berdaulat.

Saat ini, peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka dipimpin oleh Presiden RI selaku Inspektur Upacara. Peringatan ini biasanya disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun televisi. Acara-acara pada pagi hari termasuk penembakan meriam dan sirene, pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih (Bendera Pusaka), pembacaan naskah Proklamasi, dan lain-lain. Sementara pada sore hari, terdapat acara penurunan bendera Sang Saka Merah Putih.

Sumber : IPS Untuk SMP/MTs kelas VIII/ Rogers Pakpahan, Losina Purnastuti, Aman, Ignatius Kingkin T. ; editor, Arna Asna Annisa, Ika Setyarini, Indah Mayasari P., Nur Fidiyati.—Jakarta : Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.

Persiapan Sebelum Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan

Persiapan Sebelum Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan ~ Setelah selesai merumuskan dan mengesahkan teks proklamasi, pagi harinya pada 17 Agustus 1945 para pemimpin nasional dan para pemuda kembali ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan penyelenggaraan pembacaan teks proklamasi.

Suasana rumah bung Karno [image by paradizhop.blogspot.com], 
Rakyat dan tentara Jepang menyangka pembacaan proklamasi akan dilaksanakan di Lapangan Ikada sehingga tentara Jepang memblokade Lapangan Ikada. Bahkan Barisan Pemuda telah berdatangan ke Lapangan Ikada dalam rangka menyaksikan pembacaan teks proklamasi.

Pemimpin Barisan Pelopor Sudiro juga datang ke Lapangan Ikada dan melihat pasukan Jepang dengan senjata lengkap menjaga ketat lapangan itu. Sudiro kemudian melaporkan keadaan itu kepada Muwardi, Kepala Keamanan Soekarno. Oleh karena itu, disepakati bahwa proklamasi akan diikrarkan di rumah Soekarno Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta.

Halaman rumah Soekarno sudah dipadati oleh massa menjelang pembacaan teks proklamasi. Dr. Muwardi memerintahkan kepada Latief Hendraningrat untuk menjaga keamanan pelaksanaan upacara. Latif dibantu oleh Arifin Abdurrahman berusaha untuk mengantisipasi gangguan tentara Jepang. Terlihat suasana sangat sibuk. Suwiryo, Wakil Walikota Jakarta meminta kepada Wilopo untuk mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan. Wilopo kemudian meminjam mikrofon dan beberapa pengeras suara ke toko elektronik milik Gunawan.

Untuk keperluan tiang bendera, Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud, Komandan Pengawal Rumah Soekarno untuk mencari tiang bendera. Suhud mendapatkan sebatang tiang bambu dari belakang rumah dan menanamnya di dekat teras, kemudian diberi tali. Ia lupa bahwa di depan rumah ada dua tiang bendera dari besi yang tidak terpakai. Ini dapat dimaklumi, mengingat waktu itu suasana panik. Di tempat lain, Fatmawati mempersiapkan bendera yang dijahit dengan tangan dan ukuran yang tidak standar.

Suasana semakin panas. Para pemuda menghendaki agar pembacaan teks proklamasi segera dilaksanakan. Mereka sudah tidak sabar lagi karena sudah menunggu sejak pagi. Mereka mendesak Muwardi untuk mengingatkan Soekarno karena hari semakin siang. Namun, Soekarno menolak jika ia harus melaksanakannya sendiri tanpa Hatta.

Suasana menjadi tegang karena Muwardi terus mendesak Soekarno untuk segera membacakan teks proklamasi tanpa harus menunggu kehadiran Hatta. Untunglah lima menit sebelum pelaksanaan upacara Hatta datang dan langsung menemui Soekarno untuk segera melaksanakan upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Sumber : IPS Untuk SMP/MTs kelas VIII/ Rogers Pakpahan, Losina Purnastuti, Aman, Ignatius Kingkin T. ; editor, Arna Asna Annisa, Ika Setyarini, Indah Mayasari P., Nur Fidiyati.—Jakarta : Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.

Perumusan dan Penyusunan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Perumusan dan Penyusunan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ~ Peristiwa Rengasdengklok telah mengubah jalan pikiran Soekarno Hatta. Mereka telah menyetujui bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus segera dikumandangkan. Soekarno dan Hatta tiba di Jakarta pada pukul 23.00.

Ilustrasi suasana perumusan teks proklamasi [image by vidio.com], 
Setelah singgah di rumah masing-masing, mereka langsung menuju rumah kediaman Laksamada Maeda. Hal ini dilakukan karena pertemuan Soekarno dengan Mayjen Nishimura dalam rangka membahas Proklamasi Kemerdekaan yang akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945 tidak membuahkan hasil.

Soekarno baru sadar bahwa berbicara dengan penjajah tidak ada gunanya. Nishimura melarang Soekarno dan Hatta untuk melaksanakan rapat PPKI dalam rangka melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan.

Pertemuan di rumah Laksamana Maeda dianggap tempat yang aman dari ancaman tindakan militer Jepang karena Maeda adalah Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut di daerah kekuasaan Angkatan Darat. Di kediaman Maeda itulah rumusan teks proklamasi disusun. Hadir dalam pertemuan itu Sukarni, Mbah Diro, dan B.M.Diah dari golongan pemuda yang menyaksikan perumusan teks proklamasi.

Semula golongan pemuda menyodorkan teks proklamasi yang keras nadanya dan karena itu rapat tidak menyetujui. Berdasarkan pembicaraan antara Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo, diperoleh rumusan teks proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno yang berbunyi:


Setelah teks proklamasi selesai disusun, muncul permasalahan tentang siapa yang harus menandatangani teks tersebut. Hatta mengusulkan agar teks proklamasi itu ditandatangani oleh seluruh yang hadir sebagai wakil bangsa Indonesia. Namun, dari golongan muda Sukarni mengajukan usul bahwa teks proklamasi tidak perlu ditandatangani oleh semua yang hadir, tetapi cukup oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Soekarno yang nantinya membacakan teks proklamasi tersebut. Usul tersebut didasari bahwa Soekarno dan Hatta merupakan dwitunggal yang pengaruhnya cukup besar di mata rakyat Indonesia. Usul Sukarni kemudian diterima dan Soekarno meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi tersebut, disertai perubahan-perubahan yang disetujui bersama.

Terdapat tiga perubahan pada naskah tersebut dari yang semula berupa tulisan tangan Soekarno, dengan naskah yang telah diketik oleh Sayuti Melik. Perubahan-perubahan itu adalah sebagai berikut.
  1. Kata “tempoh” diubah menjadi “tempo”.
  2. Konsep “wakil-wakil bangsa Indonesia” diubah menjadi “atas nama bangsa Indonesia”.
  3. Tulisan “Djakarta 17-08-‘05”, diubah menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 Tahoen ‘05”.
  4. Setelah selesai diketik, naskah teks proklamasi tersebut ditandatangani oleh Soekarno-Hatta, dengan bunyi berikut ini.

Sumber : IPS Untuk SMP/MTs kelas VIII/ Rogers Pakpahan, Losina Purnastuti, Aman, Ignatius Kingkin T. ; editor, Arna Asna Annisa, Ika Setyarini, Indah Mayasari P., Nur Fidiyati.—Jakarta : Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.

Latar Belakang Terjadinya Peristiwa Rengasdengklok Dalam Persiapan Proklamasi Kemerdekaan

Latar Belakang Terjadinya Peristiwa Rengasdengklok Dalam Persiapan Proklamasi Kemerdekaan~ Penyerahan Jepang kepada Sekutu menyebabkan reaksi yang berbeda di antara para tokoh pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Para anggota PPKI, seperti Soekarno dan Hatta tetap menginginkan proklamasi dilakukan sesuai mekanisme PPKI.

Peristiwa Rengasdengklok [image by Wikipedia
Alasannya kekuasaan Jepang di Indonesia belum diambil alih. Tetapi, golongan muda, seperti Tan Malaka dan Sukarni menginginkan proklamasi kemerdekaan dilaksanakan sesegera mungkin. Para pemuda mendesak agar Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan secepatnya.

Alasan mereka adalah Indonesia dalam keadaan vakum atau kekosongan kekuasaan. Pertentangan pendapat antara golongan tua dan golongan muda inilah yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa Rengasdengklok.

Golongan Tua

Mereka yang dicap sebagai golongan tua adalah para anggota PPKI yang diwakili oleh Soekarno dan Hatta. Mereka adalah kelompok konservatif yang menghendaki pelaksanaan proklamasi harus melalui PPKI sesuai dengan prosedur maklumat Jepang pada 24 Agustus 1945.

Alasan mereka adalah meskipun Jepang telah kalah, kekuatan militernya di Indonesia harus diperhitungkan demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Kembalinya Tentara Belanda ke Indonesia dianggap lebih berbahaya daripada sekadar masalah waktu pelaksanaan proklamasi itu sendiri.

Golongan Muda

Menanggapi sikap konservatif golongan tua, golongan muda yang diwakili oleh para anggota PETA dan mahasiswa merasa kecewa. Mereka tidak setuju terhadap sikap golongan tua dan menganggap bahwa PPKI adalah bentukan Jepang. Oleh karena itu, mereka menolak jika proklamasi dilaksanakan melalui PPKI.

Sebaliknya, mereka menghendaki terlaksananya proklamasi kemerdekaan dengan kekuatan sendiri, terbebas dari pengaruh Jepang. Sutan Syahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Sikap golongan muda secara resmi diputuskan dalam rapat yang diselenggarakan di Pegangsaan Timur Jakarta pada 15 Agustus 1945. Hadir dalam rapat ini Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Armansyah, dan Wikana. Rapat yang dipimpin Chairul Saleh ini memutuskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan masalah rakyat Indonesia sendiri, bukan menggantungkan kepada pihak lain.

Keputusan rapat kemudian disampaikan oleh Darwis dan Wikana pada Soekarno dan Hatta di Pegangsaan Timur No.56 Jakarta. Mereka mendesak agar Proklamasi Kemerdekaan segera dikumandangkan pada 16 Agustus 1945. Jika tidak diumumkan pada tanggal tersebut, golongan pemuda menyatakan bahwa akan terjadi pertumpahan darah.

Namun, Soekarno tetap bersikap keras pada pendiriannya bahwa proklamasi harus dilaksanakan melalui PPKI. Oleh karena itu, PPKI harus segera menyelenggarakan rapat. Pro kontra yang mencapai titik puncak inilah yang telah mengantarkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok.

Membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok

Di tengah suasana pro dan kontra, golongan pemuda memutuskan untuk membawa Soekarno dan Hatta ke luar Jakarta. Pilihan ini diambil berdasarkan kesepakatan rapat terakhir golongan pemuda pada 16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi, Cikini, Jakarta. Tujuannya untuk menjauhkan Soekarno Hatta dari pengaruh Jepang.

Untuk melaksanakan pengamanan Soekarno dan Hatta, golongan pemuda memilih Shodanco Singgih, guna menghindari kecurigaan dan tindakan militer Jepang. Untuk memuluskan jalan, proses ini dibantu berupa perlengkapan Tentara PETA dari Cudanco Latief Hendraningrat. Soekarno dan Hatta kemudian dibawa ke Rengasdengklok. Ketika anggota PETA Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta mengadakan latihan bersama, terjalin hubungan yang baik di antara mereka.

Rengasdengklok terpilih karena alasan perhitungan militer. Selain itu, letaknya strategis bagi pengamanan karena letaknya yang terpencil sekitar 15 km dari Kedunggede, Karawang pada Jalan Raya Jakarta-Tegal. Oleh karena itu, pemantauan sangat mudah dilakukan oleh tentara PETA yang mengawasi setiap gerak langkah tentara Jepang, baik yang datang dari arah Bandung, Jawa Tengah, maupun Jakarta karena mereka harus melewati Kedunggede terlebih dahulu.

Di Jakarta, dialog antara golongan muda yang diwakili oleh Wikana dan golongan tua Ahmad Subardjo mencapai kata sepakat. Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan di Jakarta dan diumumkan pada 17 Agustus 1945. Golongan pemuda kemudian mengutus Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Subardjo ke Rengasdengklok dalam rangka menjemput Soekarno dan Hatta.

Ahmad Subardjo memberi jaminan pada golongan pemuda bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan itu, Cudanco Subeno (Komandan Kompi PETA Rengasdengklok) bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta dalam rangka mempersiapkan kelengkapan untuk melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan.

Sumber : IPS Untuk SMP/MTs kelas VIII/ Rogers Pakpahan, Losina Purnastuti, Aman, Ignatius Kingkin T. ; editor, Arna Asna Annisa, Ika Setyarini, Indah Mayasari P., Nur Fidiyati.—Jakarta : Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.

Pengerahan Romusha dan Eksploitasi Kekayaan Alam Pada Masa Pendudukan Jepang di Indonesia

Pengerahan Romusha dan Eksploitasi Kekayaan Alam Pada Masa Pendudukan Jepang di Indonesia ~ Untuk membantu perang dan melancarkan aktivitas Jepang, diperlukan bantuan tenaga yang lebih besar. Jepang melakukan rekrutmen anggota romusha yang dikerahkan untuk membangun jalan, kubu pertahanan, rel kereta api, jembatan, dan sebagainya. Romusha paling besar adalah dari Jawa yang dikirim ke luar Jawa, bahkan sampai di Malaya, Burma, dan Siam.

Romusha [image by materi4belajar.blogspot.com], 
Sebagian besar romusha adalah penduduk yang tidak berpendidikan. Mereka terpaksa melakukan kerja rodi ini karena takut pada Jepang. Dalam bekerja, mereka diperlakukan seperti binatang. Makanan tidak terjamin, kesehatan sangat minim, sementara pekerjaan sangat berat. Ribuan rakyat Indonesia meninggal akibat romusha.

Mendengar nasib romusha yang sangat menyedihkan, banyak pemuda yang meninggalkan kampungnya. Mereka takut akan dijadikan romusha. Akhirnya, banyak desa yang sebagian besar didiami kaum perempuan, orang tua, dan anak-anak. Kejahatan Jepang yang sangat menyakitkan adalah pemaksaan wanita-wanita untuk menjadi Jugun Ianfu (wanita tunasusila).

Jepang tidak hanya menguras tenaga rakyat Indonesia. Pengerukan kekayaan alam dan harta benda yang dimiliki bangsa Indonesia jauh lebih kejam dari Belanda. Semua usaha yang dilakukan di Indonesia harus menunjang keperluan perang Jepang. Eksploitasi yang dilakukan oleh Jepang sebagai berikut.
  1. Jepang mengambil alih seluruh aset ekonomi Belanda dan mengawasi langsung pengusahaannya.
  2. Usaha perkebunan dan industri harus mendukung keperluan perang, seperti tanaman jarak untuk minyak pelumas.
  3. Rakyat wajib menyerahkan bahan pangan besar-besaran kepada Jepang. Jepang memanfaatkan Jawa Hokokai dan instansiinstansi pemerintah lainnya. Keadaan inilah yang semakin mendorong kesengsaraan rakyat.
  4. Dalam masa panen, rakyat wajib melakukan setor padi sehingga mereka hanya membawa pulang padi sekitar 20% dari panenan. Inilah yang membawa musibah kelaparan dan penyakit busung lapar di Indonesia. Banyak penduduk makan umbi-umbian liar, yang sebenarnya hanya pantas untuk makanan ternak.
Sumber : IPS Untuk SMP/MTs kelas VIII/ Rogers Pakpahan, Losina Purnastuti, Aman, Ignatius Kingkin T. ; editor, Arna Asna Annisa, Ika Setyarini, Indah Mayasari P., Nur Fidiyati.—Jakarta : Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.

Organisasi-Organisasi Semimiliter yang Dibentuk Oleh Jepang Pada Masa Pendudukan

Organisasi-Organisasi Semimiliter yang Dibentuk Oleh Jepang Pada Masa Pendudukan ~ Selain membentuk organisasi-organisasi sosial, Jepang juga membentuk organisasi-organisasi semimiliter di Indonesia. Adapun maksud dari pembentukan organisasi semimiliter ini ialah untuk membantu Jepang dalam peperangan menghadapi sekutu. Adapun organisasi-organisasi semimiliter yang dibentuk oleh Jepang di Indonesia adalah sebagai berikut.

HEIHO [image by raunraun-sumut.com], 
1. Seinendan
Seinendan yaitu barisan pemuda yang berumur 14 – 22 tahun, dibentuk pada 9 Maret 1943. Tujuannya adalah memberikan bekal bela negara agar siap mempertahankan tanah airnya. Maksud Jepang adalah membantu menghadapi tentara Sekutu.

2. Iosyi Seinendan
Iosyi Seinendan, yaitu barisan cadangan atau seinendan putri.

3. Fujinkai
Fujinkai merupakan himpunan kaum wanita di atas lima belas tahun untuk latihan semimiliter. Fujinkai banyak ditugaskan di dapur umum., fujinkai dibentuk pada tanggal 23 Agustus 1943.

4. Keibodan
Keibodan merupakan barisan pembantu polisi untuk laki-laki berumur 20-35 tahun. Ada beberapa istilah keibodan sesuai dengan wilayah atau daerahnya. Seperti di Sumatra disebut dengan Bogodan. Sementara di Angkatan Laut, khususnya di Kalimantan disebut dengan Borneo Konon Hokokudan dengan jumlah pasukan sekitar 28.000 orang.

5. Heiho
Heiho didirikan pada 1943. Organisasi ini merupakan organisasi prajurit pembantu tentara Jepang  yang anggotanya berusia 18– 25 tahun. Pada saat itu, Jepang sudah mengalami kekalahan di beberapa front pertempuran.

5. Pembela Tanah Air (PETA)
Peta atau Pembela Tanah Air, yaitu tentara daerah yang dibentuk oleh Kumakichi Harada
berdasarkan Osamu Serei No. 44, PETA didirikan pada 3 Oktober 1943. Organisasi ini merupakan pasukan bersenjata yang memperoleh pendidikan militer secara khusus dari Jepang. Kelak para eks-PETA mempunyai peran besar dalam bertempur melawan Jepang dan Belanda.

6. Bakutai
Bakutai, yaitu pasukan berani mati.

7. Hisbullah
Hisbullah, yaitu barisan semimiliter untuk orang Islam.

8. Jawa Sentotai
Jawa Sentotai, yaitu barisan benteng perjuangan Jawa.

9. Suisyintai
Suisyintai, yaitu barisan pelopor.

10. Gokutokai
Gokutokai, yaitu korps pelajar yang dibentuk pada bulan Desember 1944.

Jabatan-jabatan militer yang dapat diperoleh setelah seseorang menamatkan pendidikan adalah sebagai berikut.
  • Daidanco (komandan batalyon), dipilih dari kalangan tokoh-tokoh masyarakat, seperti pegawai pemerintah, pemimpin agama, pamong praja, politikus, dan penegak hukum.
  • Cudanco (komandan kompi), dipilih dari kalangan mereka yang telah bekerja, namun belum mencapai pangkat yang tinggi, seperti guru dan juru tulis.
  • Shodanco (komandan peleton), umumnya dipilih dari kalangan pelajar sekolah lanjutan pertama atau sekolah lanjutan atas.
  • Budanco (komandan regu), dipilih dari kalangan pemuda yang lulus sekolah dasar.
  • Giyuhei (prajurit sukarela), dipilih dari kalangan pemuda yang masih setingkat sekolah dasar.
Sumber :
  • IPS Untuk SMP/MTs kelas VIII/ Rogers Pakpahan, Losina Purnastuti, Aman, Ignatius Kingkin T. ; editor, Arna Asna Annisa, Ika Setyarini, Indah Mayasari P., Nur Fidiyati.—Jakarta : Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.
  • Cakrawala Sejarah 2 : untuk SMA / MA Kelas XI ( Program IPS ) / penulis, Wardaya ; editor, Sugiharti ; illustrator, Mulyanto .— Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009.

Organisasi-Organisasi Sosial yang Di Bentuk Oleh Jepang Pada Masa Pendudukan

Organisasi-Organisasi Sosial yang Di Bentuk Oleh Jepang Pada Masa Pendudukan ~ Dalam usaha Jepang dalam memperkuat pengaruhnya di Indonesia, pihak Jepang melakukan beberapa kebijakan-kebijakan terhadap negara jajahan di Indonesia. Salah satunya ialah membentuk organisasi-organisasi sosial di Indonesia, tujuan dari pembentukan organisasi tersebut ialah hanya untuk mengambil simpatik dari rakyat Indonesia.

Jawa Hokokai [image by sejarahindonesia2401.blogspot.com], 
Adapun beberapa organisasi sosial yang dibentuk oleh Jepang di Indonesia adalah sebagai berikut.

1. Gerakan Tiga A
Gerakan Tiga A dipimpin oleh Mr. Syamsuddin. Ia merupakan bekas tokoh Parindra. Tujuan gerakan Tiga A adalah meraih simpati penduduk dan tokoh masyarakat. Sayangnya, gerakan ini kurang berhasil sehingga Jepang membentuk organisasi yang lebih menarik.

2. Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
Putera didirikan pada 1 Maret 1943 sebagai ganti gerakan Tiga A. Putera dipimpin oleh tokoh-tokoh nasional yang sering disebut empat serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, K.H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara. Putera cukup diminati oleh kalangan tokoh pergerakan Indonesia. Pemerintah Jepang kurang puas dengan kegiatan Putera sebab para tokoh Putera memanfaatkan organisasi ini untuk melakukan konsolidasi dengan tokoh-tokoh perjuangan. Akhirnya, Putera dibubarkan.

3. Jawa Hokokai
Jawa Hokokai (Gerakan Kebaktian Jawa) dibentuk pada 1944. Kegiatan ini langsung di bawah pengawasan para pejabat Jepang. Tujuan pokoknya adalah menggalang dukungan untuk rela berkorban demi pemerintah Jepang. Jawa Hokokai juga mempunyai tugas untuk mengerahkan rakyat mengumpulkan padi, besi tua, dan barangbarang berharga lainnya. Selain itu, rakyat juga ditugaskan untuk menanam jarak.

4. Masyumi
Islam adalah penduduk mayoritas bangsa Indonesia. Jepang merasa harus dapat menarik hati golongan ini. Untuk itu, pada tahun 1943 Jepang membubarkan Majelis Islam A’la Indonesia dan menggantikannya dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Masyumi dipimpin oleh K.H. Hasyim Ashari dan K.H. Mas Mansyur.

Sumber : IPS Untuk SMP/MTs kelas VIII/ Rogers Pakpahan, Losina Purnastuti, Aman, Ignatius Kingkin T. ; editor, Arna Asna Annisa, Ika Setyarini, Indah Mayasari P., Nur Fidiyati.—Jakarta : Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.

Upaya-Upaya Jepang Dalam Menarik Simpati Rakyat Indonesia Pada Masa Kependudukan

Upaya-Upaya Jepang Dalam Menarik Simpati Rakyat Indonesia ~ Jepang mengaku sebagai saudara tua bangsa Indonesia. Mereka tidak menunjukkan niat jahatnya kepada bangsa Indonesia. Bagaimana upaya Jepang menarik simpati bangsa Indonesia? Untuk meraih simpati rakyat Indonesia, penjajah Jepang melakukan propaganda sebagai berikut.
  1. Jepang mengaku sebagai “saudara tua” yang akan membebaskan Asia dari penindasan bangsa Barat.
  2. Jepang mempropagandakan semboyan “Tiga A”. yaitu Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, dan Jepang Cahaya Asia.
  3. Jepang menjanjikan kemudahan bagi bangsa Indonesia. Bentuk kemudahan tersebut meliputi kemudahan dalam beribadah, mengibarkan bendera merah putih berdampingan dengan bendera Jepang, menggunakan bahasa Indonesia, dan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” bersama lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”.
Pembela Tanah Air (PETA) [image by http://www.tanggalhari.com], 
Namun, kemudahan tersebut hanyalah janji manis Jepang. Sebagai penjajah, Jepang justru lebih kejam menindas bangsa Indonesia. Jepang melakukan beberapa kebijakan terhadap negara jajahan di Indonesia. Program yang paling mendesak bagi Jepang adalah mengerahkan seluruh sumber daya yang ada di Indonesia untuk tujuan perang. Beberapa kebijakan yaitu sebagai berikut.

1. Membentuk Organisasi-Organisasi Sosial
Berikut organisasi sosial yang dibentuk oleh Jepang.
  • Gerakan Tiga A
  • Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
  • Jawa Hokokai
  • Masyumi
2. Pembentukan Organisasi Semimiliter
Adapun beberapa organisasi semimiliter yang dibentuk oleh Jepang, antara lain.
  • Seinendan
  • Fujinkai
  • Keibodan
  • Heiho
  • Pembela Tanah Air (PETA)
Sumber : IPS Untuk SMP/MTs kelas VIII/ Rogers Pakpahan, Losina Purnastuti, Aman, Ignatius Kingkin T. ; editor, Arna Asna Annisa, Ika Setyarini, Indah Mayasari P., Nur Fidiyati.—Jakarta : Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.

Tujuan dan Proses Pendudukan Jepang di Indonesia

Tujuan dan Proses Pendudukan Jepang di Indonesia ~ Jepang telah mengincar wilayah Indonesia, terutama sejak awal abad kedua puluh. Pada masa tersebut telah banyak bahan buatan Jepang yang dipasarkan di Indonesia. Kegiatan pemasaran juga disusupi kegiatan mata-mata tentara Jepang untuk menyelidiki kondisi penguasa Belanda di Indonesia. Itulah sebabnya ketika Jepang menguasai Indonesia pada 1942, mereka tidak terlalu bingung untuk memetakan pemerintahan Indonesia.

Wilayah pendudukan Jepang [image by id.wikipedia.org], 

Tujuan Pendudukan Jepang di Indonesia

Tujuan pendudukan Jepang di Indonesia adalah sebagai berikut.
  • Sebagai negara industri, Jepang sangat mengincar bahan baku industri yang banyak terdapat di Indonesia. Indonesia juga merupakan daerah pemasaran industri yang strategis bagi Jepang.
  • Untuk menghadapi tentara Sekutu, Jepang harus menggalang kekuatan pasukannya dan mencari dukungan bangsa-bangsa Asia.

Proses Pendudukan Jepang di Indonesia

Proses pendudukan Jepang di Indonesia meliputi sebagai berikut.

1. Pendudukan Tarakan, Kalimantan
Pada 8 Desember 1941, Jepang menyerang pangkalan militer AS di Pearl Harbour. Pada saat itu, Indonesia masih dikuasai Belanda. Gubernur Jenderal Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer di Indonesia menyatakan perang terhadap Jepang.

Setelah membombardir Pearl Habour, Hawaii, Jepang masuk ke negara-negara Asia dari berbagai pintu. Pada 11 Januari 1944, Jepang telah berhasil mendaratkan pasukannya di Pulau Tarakan KalimantanTimur. Pada 12 Januari, komandan pasukan Belanda menyerah. Jepang kemudian menduduki kota minyak Balikpapan pada 24 Januari. Selanjutnya, Jepang menduduki kota-kota lain di Kalimantan.

2. Pendudukan Sumatra
Di Sumatra, Jepang telah berhasil mendaratkan pasukan pada 14 Februari. Palembang berhasil diduduki pada 16 Februari 1942. Selanjutnya, Jepang mengarahkan penyerangan ke Pulau Jawa yang merupakan pusat pemerintahan Belanda.

3. Belanda Menyerah di Pulau Jawa
Mulai awal Maret, Jepang telah mendaratkan pasukan-pasukannya di beberapa pelabuhan Jawa. Batavia berhasil dikuasai pada 5 Maret 1942. Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenbourgh telah mengungsi ke Bandung sejak akhir Februari 1942.

Jepang tinggal mengarahkan serangan ke Bandung. Jepang menyerang Bandung dari arah utara. Setelah melalu pertempuran sengit, akhirnya Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang Jawa Barat. Serah terima ditandatangani oleh Letnan Jenderal Ter Poorten (Panglima Angkatan Perang Belanda) kepada Letnan Jenderal Imamura (pimpinan pasukan Jepang).

4. Bentuk Pemerintahan Militer Jepang
Setelah penyerahan pada 8 Maret 1942, secara resmi bangsa Indonesia di bawah kekuasaan Jepang. Selanjutnya, Jepang

melakukan pembagian daerah pemerintahan di Indonesia. Pemerintahan Jepang berbeda dengan Hindia Belanda. Pada zaman penjajahan Jepang, Indonesia diperintah oleh pemerintahan militer. Pemerintahan tersebut terbagi dalam tiga daerah pemerintahan sebagai berikut.
  • Pemerintahan Angkatan Darat (Tentara XXV) untuk Sumatra. Pusatnya di Bukittinggi.
  • Pemerintahan Angkatan Darat (Tentara XVI) untuk Jawa dan Madura. Pusatnya di Jakarta.
  • Pemerintahan Angkatan Laut (Armada Selatan II) untuk daerah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku. Pusatnya di Makassar.
Dalam menjalankan pemerintahan di daerah pendudukan termasuk Indonesia, Jepang menggunakan sistem pemerintahan berdikari. Berdikari dapat diartikan sebagai berdiri sendiri. Artinya, pemerintah pusat tidak banyak peranannya dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasukan di daerah pendudukan. Dengan demikian, pemerintahan militer Jepang di Indonesia mempunyai keleluasaan untuk menerapkan sistem penjajahan.

Sumber : IPS Untuk SMP/MTs kelas VIII/ Rogers Pakpahan, Losina Purnastuti, Aman, Ignatius Kingkin T. ; editor, Arna Asna Annisa, Ika Setyarini, Indah Mayasari P., Nur Fidiyati.—Jakarta : Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.